MATERI KULIAH: LANJUTAN MOTIVASI BERPESTASI

 Selalu Perspektif


Selalu prespektif mencerminkan bahwa seorang entrepreneur harus berfikir, berusaha dan memanfaatkan peluang dengan penuh perhitungan untuk meraih masa depannya secara optimis. Untuk mencapai masa dengan yang optimis, maka seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru serta berbeda dengan yang sudah ada (ability to create the new and different). Orang yang selalu memandang masa depan secara optimis, akan mempunyai dorongan untuk berkarsa dan berkarya dalam menyongsong masa depannya. Itulah sebabnya Drucker (1959) menekankan pada ability to create the new and different sebagai kunci utamanya. Masa depan adalah suatu kejadian (event) yang mengandung ketidakpastian (uncertainty). 

Maka dalam menyongsong masa depan tersebut seorang entrepreneur harus mampu memperhitungkan resiko yang timbul dan dengan cerdas dan tabah menghadapi tantangan akibat pilihan yang diambilnya. Pada akhirnya, dapat dinyatakan bahwa seorang entrepreneur yang berjiwa entrepreneurship selalu tidak akan puas dengan hasil yang dicapainya dan akan terus mencari peluang baru untuk memperbaiki dan mengembangkan kehidupan usahanya agar lebih baik dibandingkan yang sudah dicapainya.


4) Memiliki Kreativitas (Daya Cipta) Tinggi


Memiliki kreativitas tinggi berarti mempunyai kemampuan untuk berfikir yang baru dan berbeda (thinking new thing and different). Namun demikian untuk berfikir yang baru dapat bersumber dari sesuatu yang lama tetapi dilakukan dengan cara-cara yang baru dan tidak harus seluruhnya baru. Ide-ide kreativitas sering muncul ketika seorang entrepreneur melihat sesuatu yang lama dan berfikir sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas adalah berfikir untuk menciptakan sesuatu dari yang asalnya tidak ada (generating something from nothing). Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan. Dengan demikian kreativitas (daya cipta) mengandung beberapa aspek penting, antara lain:


(1) menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada (generating something from nothing),
(2) muncul ketika melihat sesuatu yang lama dan berfikir sesuatu yang baru dan berbeda (arise when look at something old and think something new and different), dan
(3) menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lebih sederhana dan lebih baik (change something with something more simple and better).


Dengan demikian rahasia entrepreneurship adalah menciptakan nilai tambah barang dan jasa dengan menerapkan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan meraih peluang yang dihadapi setiap hari tanpa menunggu perintah (berinisiatif sendiri). Zimmerer (1996) menyebutkan adanya 7 (tujuh) tahap dalam proses berfikir kreatif dalam entrepreneurship, yaitu :


(1) Tahap 1 : Persiapan (Preparation)
(2) Tahap 2 : Penyelidikan (Investigation)
(3) Tahap 3 : Transformasi (Transformation)
(4) Tahap 4 : Penetasan (Incubation)
(5) Tahap 5 : Pencerahan (Illumination)
(6) Tahap 6 : Pengujian (Verification)
(7) Tahap 7 : Implementasi (Implementation)
5) Memiliki Perilaku Inovatif Tinggi.


Memiliki perilaku inovatif tinggi merupakan salah satu kunci dari semangat entrepreneurship. Sebenarnya setiap orang dibekali talenta atau jiwa entrepreneur walaupun dalam derajat kapabilitas yang berbeda-beda. Jika jiwa entrepreneur atau talenta tersebut diberikan wadah yang baik, maka perkembangan dan kemajuannya akan memberikan hasil sebagaimana mana yang diharapkan. Jiwa entrepreneur yang terdapat pada setiap orang itu tumbuh karena beberapa hal:

(1) setiap orang pasti memiliki cita-cita, impian dan harapan untuk meningkatkan kualitas hidup,
(2) setiap orang mempunyai intuisi untuk bekerja dan berusaha,
(3) setiap orang mempunyai daya imajinasi yang dapat digunakan untuk berfikir kreatif,
(4) setiap orang mempunyai kemampuan untuk belajar sesuatu yang sebelumnya tidak dikuasainya.


Itulah modal awal dan faktor dominan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dan bukan makhluk lainnya, sehingga setiap manusia pada dasarnya memiliki akal budi dan kecerdasan yang merupakan landasan dasar dari jiwa wirausaha. Manusia juga dikarunia bekal kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalunya. Sejumlah pengalaman hidup yang terkait aspek keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, tantangan, peluang, kelemahan dan kekuatan semuanya akan membentuk mind-set manusia yang dapat menghasilkan perilaku inovatif tinggi khususnya untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi hidupnya yang akan datang.


Setiap orang akan terkait dengan beberapa perspektif waktu, yaitu masa lalu yang merupakan pengalaman hidup yang sudah dilaluinya dan sebagai masa untuk melakukan pembelajaran. Saat ini adalah masa menjadi kenyataan hidup yang sedang dilalui dan menjadi persiapan untuk masa selanjutnya dengan mengkaji masa lalu, serta masa depan yang menjadi harapan dan cita-cita yang ingin diraihnya. Ketiga masa itulah yang akan membentuk manusia memiliki keberanian untuk menyongsong masa depan dengan berprilaku inovatif yang tinggi.


Ingatlah semboyan bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri. Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi entrepreneur dan berprilaku seperti entrepreneur. Hal ini memberikan pemahaman bahwa entrepreneurship lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian yang dasarnya terletak pada konsep dan teori yang mengarahkan orang kepada kepemimpinan. Padahal perilaku, konsep dan teori merupakan hal yang dapat dipelajari oleh siapapun yang menganut konsep belajar berkesinambungan dan seumur hidup.


Oleh karena itu, belajar entrepreneurship dapat dilakukan oleh siapa saja, meskipun tidak harus menjadi entrepreneur besar namun sekurang-kurangnya dalam setiap kegiatannya manusia dapat menerapkan jiwa entrepreneurship di dalamnya. Suatu kenyataan bahwa beberapa entrepreneur terkemuka dan terkaya dunia bukanlah orang yang mempunyai kemampuan akademik optimal, seperti Warren Buffet (pialang saham terkemuka) dan Bill Gate (pemilik Microsoft). Khusus di Indonesia, hasil Sakernas (2003) memperlihatkan bahwa dari lulusan perguruan tinggi, hanya 26,29% yang menjadi entrepreneur sedangkan untuk lulusan SLTA dan di bawahnya mencapai 73,71%. Inilah data yang mengindikasikan bahwa di Indonesia, semakin tinggi pendidikannya semakin rendah jiwa entrepreneurshipnya. Kunci keberhasilan kedua entrepreneur itu (Warren Buffet dan Bill Gate) dalam sejarah tercatat karena beberapa hal yaitu:


  1.  Mempunyai kemauan belajar yang terus menerus,
  2.  Mempunyai ketabahan dalam menghadapi kegagalan atau tantangan,
  3.  Berani membuat inovasi baru dan tampil beda dengan yang lain,
  4.  Tidak puas dengan setiap hasil usaha yang dilakukan,
  5.  Mempunyai kemampuan beradaptasi, baik dengan lingkungan internal maupun eksternal.

Inilah sebabnya maka Ansoff (1990) mengatakan bahwa “organisasi yang sukses bukanlah organisasi yang besar tetapi organisasi yang sukses adalah organisasi yang dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungannya”. Untuk menjadi seorang entrepreneur pada dasarnya tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa dengan IQ tinggi, tetapi orang-orang dengan IQ sedang dan rendahpun dapat belajar melakukannya. Goleman menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang 80% ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektual (IQ).


Kecerdasan emosional adalah kecerdasan sosial, yang ketiadaannya akan mendorong seseorang berperilaku agresif, cemas, menghindari tantangan dan tidak dapat memanfaatkan peluang, serta tidak dapat menerapkan manajemen konflik secara produktif. Sebaliknya, penguasaan terhadap kecerdasan emosional akan menghasilkan individu yang lebih ramah, kemauan untuk bekerjasama dan meningkatnya kemampuan untuk menerapkan manajemen konflik yang produktif.


Kiat-kiat berwirausaha yang sukses dan dapat diterapkan pada berbagai tingkatan IQ adalah sebagai berikut :


  1. Digerakkan oleh ide dan impian (visi).
  2. Lebih mengandalkan kreativitas.
  3. Menunjukkan keberanian.
  4. Percaya pada hoki, tetapi lebih percaya pada dunia nyata.
  5. Melihat masalah sebagai peluang.
  6. Memilih usaha sesuai hobi dan minat.
  7. Mulai dengan modal seadanya.
  8. Senang mencoba hal baru.
  9. Selalu bangkit dari kegagalan, dan
  10. Tidak mengandalkan gelar akademis semata-mata.

 

6) Memiliki Komitmen dalam Pekerjaan


Memiliki komitmen dalam pekerjaan memberikan makna bahwa setiap entrepreneur hendaknya memiliki komitmen dalam mengelola usahanya yang dilakukan dengan cara bersungguh-sungguh dan memberikan curahan perhatian sepenuhnya. Oleh karena itu, seorang entrepreneur yang memiliki komitmen atas pekerjaannya tidak akan membiarkan usahanya berjalan di tempat, tetapi selalu berfikir dan berusaha agar usahanya itu dapat berkembang dan mempunyai keunggulan kompetisi dengan yang lainnya. Untuk maksud tersebut, maka seorang entrepreneur harus sepenuh hati dalam menjalankan usahanya dan berani mengambil resiko usaha yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
Entrepreneur yang memiliki komitmen terhadap pekerjaannya harus berani bangkit dari kegagalannya dan menjadikan masalah yang dihadapi sebagai peluang. Tidak setengah-setengah dalam mengelola usaha dapat diartikan bahwa seorang entrepreneur harus memiliki semangat entrepreneurship. Sejak jaman Orde Baru Indonesia pemerintah Imdomesia sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya entrepreneurship ini. Hal tersebut terbukti dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 memberikan petunjuk tentang semangat entrepreneurship yang meliputi :

  1. Mempunyai kemauan kuat untuk berusaha dengan semangat mandiri;
  2. Mampu membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil resiko;
  3. Kreatif dan innovatif;
  4. Tekun, teliti dan produktif;
  5. Berkarya dengan semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat. Sayang bahwa inpres tersebut tidak ditindaklanjuti dengan usaha yang realistic pada masa-masa sesudahnya.


7) Memiliki Etos Kerja dan Tanggung Jawab


Etos kerja akan membentuk suatu produktivitas sedangkan tanggung jawab akan menumbuhkan entrepreneurship yang adil dan bertanggung jawab terhadap semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang berhubungan dengan usaha dan hasil usahanya. Dalam pengertian bisnis modern, tanggung jawab tersebut ditunjukkan dengan adanya tanggung jawab sosial (social responsibility) antara lain dengan melindungi stakeholder dan lingkungannya dari adanya kerugian moril maupun material atas keberadaan perusahaan dan hasil produksinya. Mengenai etos kerja Max Weber menyatakan bahwa etos kerja orang Jerman adalah rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan dan investasi. Sementara itu orang Jepang menghayati “bushido” yang merupakan etos para samurai sebagai perpaduan dari Shintoisme dan Zen Budhism sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang” (Sinamo H.J, 1999).
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar sebenarnya juga sudah mempunyai falsafah yang nilai-nilainya disarikan dalam “Pancasila”. 

Namun sayangnya lima sila yang terkandung dalam Pancasila belum diterapkan secara konsisten dan berkualitas sehingga belum mampu mencerminkan budaya kerja atau etos kerja bangsa Indonesia. Mubyarto dan Boediono (1994) sebagai editor sebuah buku yang berjudul “Ekonomi Pancasila”, yaitu sebuah buku yang mencoba mengelaborasikan nilai-nilai Pancasila dalam tatanan ekonomi kerakyatan, menjadi pelopor yang memprakarsai sistem ekonomi Pancasila. Namun sayangnya buku tersebut belum mampu menghasilkan konsep ekonomi kerakyatan yang mampu menjadi ciri khas etos kerja bangsa Indonesia.


Sinamo H.J (1999) mengembangkan 8 (delapan) etos kerja unggulan yang meliputi unsur-unsur :


  1. Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku dan aku sanggup bekerja benar.
  2. Kerja itu sehat, kerja adalah akutualisasiku dan aku sanggup bekerja keras.
  3. Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku dan aku sanggup bekerja tulus.
  4. Kerja itu amanah dan kerja adalah tanggung jawabku dan aku sanggup bekerja tuntas.
  5. Kerja itu seni, kerja adalah kesukaanku dan aku snggup bekerja kreatif
  6. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku dan aku sanggup bekerja bersungguh-sungguh.
  7. Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku dan aku sanggup bekerja sempurna.
  8. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku dan aku sanggup bekerja unggul. Dapat juga ditambahkan bagi mereka yang religius bahwa kerja juga merupakan ibadah, kerja menjadi doa, dan bekerja adalah panggilan dari yang ilahi.


8) Mandiri atau Tidak Tergantung Orang Lain


Mandiri atau tidak tergantung kepada orang lain akan menumbuhkan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different). Melalui kemandirian dalam berfikir kreatif dan bertindak inovatif, seorang wirausaha dapat menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Oleh sebab itu, seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan kreatif dalam mengembangkan ide dan pikirannya terutama dalam menciptakan peluang usaha bagi dirinya dan bagi orang lain. Dengan demikian seorang wirausaha dituntut untuk selalu menciptakan hal yang baru dengan jalan mengkombinasikan sumber daya yang ada disekitarnya melalui pengembangan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang berbeda dari kompetitornya secara lebih efisien, memperbaiki produk yang sudah ada dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada para konsumennya.


9) Berani Menghadapi Resiko


Berani mengambil resiko tidak sama dengan spekulasi. Artinya resiko yang ditanggung oleh seorang entrepreneur adalah resiko yang sudah diperhitungkan secara matang. Richard Cantillon adalah orang yang pertama menggunakan istilah entrepreneur dan mengatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang berani menanggung resiko. Keberanian menanggung resiko yang disertai perhitungan yang mapan merupakan karakteristik entrepreneur yang unggul. Keberanian untuk menangung resiko juga merupakan peubah pertama yang mendorong timbulnya inisiatif dan mendorong sifat untuk menyukai usaha-usaha yang lebih menantang. Namun, resiko yang menjadi nilai dalam entrepreneurship adalah resiko yang sudah diperhitungkan dan penuh realistis. Pilihan terhadap alternatif resiko yang diambil tergantung pada beberapa faktor, yaitu:


(1) Daya tarik setiap alternatif.
(2) Kesediaan untuk menanggung kerugian.
(3) Perhitungan terhadap peluang sukses atau gagal.


Selain itu, kemampuan untuk melalukan pilihan terhadap alternatif resiko yang diambil tergantung dari beberapa faktor, yaitu :


(1) Keyakinan pada diri sendiri.
(2) Kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam mencari peluang dan kemungkinan mendapatkan keuntungan.
(3) Kemampuan untuk menilai situasi resiko secara realistis.


Keberanian dalam mengambil resiko terkait langsung dengan kepercayaan pada diri sendiri. Dengan demikian, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin besar pula keberaniannya dalam mengambil resiko yang diperhitungkannya sebagai tindakan yang kreatif inovatif. Oleh karena itu, orang yang berani mengambil resiko diketemukan pada pada orang-orang yang kreatif dan inovatif dan merupakan bagian terpenting dari perilaku entrepreneurship.


10  Selalu Mencari Peluang


Selalu mencari peluang dimaknakan bahwa seorang entrepreneur yang mempunyai jiwa entrepreneurship harus memberikan tanggapan positif terhadap peluang yang ada dalam kaitannya dengan mendapatkan keuntungan untuk usahanya (organisasi bisnis) atau memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (organisasi nirlaba). Pakerti (1997), mengartikan entrepreneurship sebagai tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.
Stevenson memahami entrepreneurship sebagai suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu dalam upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan Drucker menekankan bahwa seorang entrepreneur harus mampu mengalihkan alokasi sumber dayanya dari bidang-bidang yang memberikan hasil rendah ke bidang lain yang memberikan hasil tinggi. Pada akhirnya Mossi menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai.


11 Memiliki Jiwa Kepemimpinan


Jiwa kepemimpinan, keteladanan dan kepeloporan selalu dimiliki oleh seorang entrepreneur yang sukses. Seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan pada umumnya ingin tampil berbeda, lebih dahulu (lebih cepat) dan lebih menonjol. Hal inilah yang melandasi mengapa seorang entrepreneur yang memiliki jiwa kepemimpinan akan menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasinya untuk menghasilkan barang dan jasa dengan lebih cepat dipasarkan dan berbeda dari pesaingnya. Entrepreneur seperti inilah yang menganggap perbedaan sebagai suatu peluang untuk menambah nilai barang dan jasa yang dihasilkan, sehingga ia akan menjadi leader, baik dalam bidang produksi maupun pemasaran.


Seorang wirausaha yang memiliki jiwa kepemimpinan selalu ingin mencari peluang, terbuka menerima kritik dan menjadikan saran sebagai pertimbangan dalam melakukan perbaikan. Seorang entrepreneur yang memiliki leadership ability akan mampu menggunakan pengaruh tanpa kekuatan (power) dan mengutamakan strategi mediator dan negosiator dibandingkan cara-cara diktator. Berdasarkan semangat, prilaku dan kemampuannya dalam kepemimpinan (leadership ability) maka Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 mengelompokkan kemampuan entrepreneur dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu wirausaha andal, wirausaha tangguh dan wirausaha unggul.
Namun, Suryana (2003) membedakan wirausaha dalam 2 (dua) kelompok, yaitu administrative entrepreneur dan innovative entrepreneur. Dalam hal ini administrative entrepreneur adalah wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan memasarkannya secara efisien, sedangkan innovative entrepreneur adalah wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam bidang kreativitas, inovasi serta menonjol dalam mengantisipasi dan menghadapi resiko.

12  Memiliki Kemampuan Manajerial
 

Memiliki kemampuan manajerial merupakan salah satu aspek yang harus ada pada setiap entrepreneur. Kemampuan manajerial merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan usaha dan melaksanakan seluruh fungsi manajemen, yaitu membuat rencana usaha, mengorganisasikan usaha, mengelola usaha (termasuk mengelola sumber daya manusia), melakukan publikasi/promosi hasil usaha dan mengontrol pelaksanaan usaha. 

Seluruh kemampuan manajerial harus dilakukan secara konsisten dan terintegrasi sehingga seluruh aspek manajerial tersebut tidak saling kontra produktif terhadap pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan manajerial seorang wirausahawan harus mampu membuat organisasi menjadi “fit” dengan lingkungannya. Suatu organisasi (khususnya organisasi bisnis) harus dinamis dan fleksibel, dikelola oleh manajer yang bervisi ke depan dan mempunyai lingkungan kerja yang kondusif. Selain itu, pengembangan organisasi atau perusahaan harus didasarkan atas visi, misi dan tujuan yang jelas sehingga dapat berkembang (sukses) dan hidup untuk selama-lamanya (going concern). Agar perusahaan dapat sukses dan going concern, terdapat 8 (delapan) roh organisasi, yaitu:

  1.  roh kesucian dan kesehatan,
  2.  roh kebaikan dan kemurahan,
  3. roh cinta dan suka cita,
  4. roh keunggulan dan kesempurnaan, dan
  5. dikelola oleh manajer bervisi ke depan.

Manajer yang bervisi ke depan adalah manajer yang selalu optimis dan menganggap setiap masalah organisasi sebagai suatu peluang. Dengan demikian manajer yang bervisi ke depan dapat mengarahkan organisasi untuk menyongsong masa depannya secara optimis dan realistis. Terdapat 8 (delapan) kompetensi yang harus dimiliki oleh manajer yang bervisi ke depan, yaitu:

  1. memiliki kemampuan strategi,
  2. memiliki kemampuan sintesis,
  3. memiliki kemampuan berorganisasi,
  4. memiliki kemampuan komunikasi,
  5.  memiliki kemampuan negosiasi,
  6. memiliki kemampuan presentasi (publikasi ide kreativitas),
  7.  memiliki kemampuan yang dinamis dan tangguh (mengembangkan diri), dan
  8. memiliki lingkungan kerja yang kondusif.

Lingkungan kerja yang kondusif merupakan salah satu syarat utama agar suatu organisasi dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada pemilik, pengelola (manajer) dan pekerjanya. Persyaratan agar suatu lingkungan kerja dapat disebut kondusif ada 8 (delapan), yaitu adanya :

  1. upah yang layak
  2.  kondisi (peralatan) kerja yang aman dan sehat
  3.  kesempatan untuk belajar dan menggunakan ketrampilan-ketrampilan baru
  4.  kesempatan untuk mengembangkan karir
  5. integrasi sosial ke dalam organisasi
  6.  perlindungan terhadap hak-hak individu (pekerja)
  7.  keseimbangan antara berbagai tuntutan (tuntutan kerja dan bukan kerja)
  8. rasa bangga terhadap pekerjaannya dan terhadap organisasi
  9.  Memiliki Ketrampilan Personal

Memiliki ketrampilan personal diartikan sebagai wirausaha andal. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Entrepreneurship menyebutkan adanya 8 (delapan) ciri wirausaha andal, yaitu:

  1. Percaya diri dan sikap mandiri yang tinggi untuk berusaha mencari penghasilan dan keuntungan melalui perusahaan.
  2. Mau dan mampu mencari dan menangkap peluang usaha yang menguntungkan serta melakukan apa saja yang perlu untuk memanfaatkannya.
  3. Mau dan mampu bekerja keras dan tekun dalam menghasilkan barang dan jasa, serta mencoba cara kerja yang lebih tepat dan efisien.
  4. Mau dan mampu berkomunikasi, tawar menawar dan musyawarah dengan berbagai pihak yang besar pengaruhnya pada kemajuan usaha terutama para pembeli/pelanggan (memiliki kemampuan salesmanship).
  5. Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat dan disiplin.
  6. Mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya serta lugas dan tangguh tetapi cukup luwes dalam melindunginya.
  7. Mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatlkan dan memotivasi orang lain (Leadership/Managerialship) serta melakukan perluasan dan pengembangan usaha dengan resiko yang moderat.
  8. Berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerjasama yang slaing menguntungkan dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.


Ada delapan syarat yang harus dipenuhi agar seorang wirausaha dapat mengembangkan profesinya, yaitu :

  1. Mampu bekerja keras (capacity for hard work).
  2. Mampu bekerjasama dengan orang lain (getting things done with and through people).
  3. Berpenampilan yang baik (good appearance).
  4. Mempunyai keyakinan (self confident).
  5. Pandai membuat keputusan (making sound decision).
  6. Bersedia menambah ilmu pengetahuan (college education).
  7. Mempunyai ambisi/kemauan untuk maju (ambition drive).
  8. Pandai berkomunikasi (ability to communicate)

Sedangkan Zimmerer (1996) menyebutkan 13 (tiga belas) hal yang dapat mencerminkan karakteristik wirausaha yang sukses, yaitu :

  1. Komitmen tinggi terhadap tugas.
  2. Mau bertanggung jawab.
  3. Mempertahankan minat entrepreneurship dalam diri sendiri.
  4.  Peluang untuk mencapai obsesi.
  5. Toleransi terhadap resiko dan ketidak pastian.
  6. Yakin pada diri sendiri.
  7. Kreatif dan fleksibel.
  8. Ingin memperoleh umpan balik dengan cepat.
  9. Mempunyai energik tinggi.
  10. Mempunyai motivasi yang lebih unggul.
  11.  Berorientasi ke masa depan.
  12.  Mau belajar dari kegagalan.
  13. Mempunyai kemampuan memimpin.

Sementara itu, Munawir (1999) yang melakukan penelitian tentang Standarisasi Tes Potensi Entrepreneurship Pemuda Versi Indonesia menemukan adanya 11 (sebelas) ciri atau indikator entrepreneurship, yaitu :

  1.  Motivasi berprestasi.
  2.  Kemandirian.
  3. Pengambilan Resiko (moderat).
  4. Keuletan.
  5.  Orientasi masa depan.
  6. Komunikatif dan reflektif.
  7. Kepemimpinan.
  8. Locus of control.
  9. Perilaku instrumental.
  10.  Penghargaan terhadap uang.

Sejumlah ciri entrepreneurship tersebut menunjukkan bahwa wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan lingkungannya, baik lingkungan internal (dalam perusahaan) maupun lingkungan eksternal (pemerintah, masyarakat, pemasok, pesaing, dll). Teknik menjalin hubungan baik antara wirausaha dengan lingkungannya dilakukan dalam suatu etika wirausaha, yang dicirikan dengan tingkah laku yang baik, sopan santun, tolong menolong, tenggang rasa, hormat menghormati dan tatakrama lainnya dalam etika wirausaha lainnya.
Etika entrepreneur meliputi 8 (delapan) hal, yaitu :

  1. Entrepreneur adalah tugas mulia dan kebiasaan baik (bertugas mewujudkan suatu kenyataan hidup berdasarkan kebiasaan baik di dalam berwirausaha).
  2. Menempa pikiran untuk maju (melatih dan membiasakan diri berprakarsa baik, bertanggung jawab, percaya diri dan meningkatkan daya saing dan daya juang untuk maju).
  3. Kebiasaan membentuk watak yang mulia (bersikap mental dan berfikir terbuka, bersih dan teliti untuk mencapai kemajuan).
  4. Membersihkan diri dari kebiasaan berfikir negatif (tidak menyakiti orang lain dan menggantungkan pada nasib).
  5. Kebiasaan berprakarsa (membiasakan diri untuk berprakarsa dalam kegiatan pengelolaan usaha dan memberikan saran baik, serta dapat menolong dirinya sendiri).
  6. Kepercayaan pada diri sendiri (yakin dan beriman serta dapat meningkatkan nilai-nilai kehidupan di dalam berwirausaha).
  7. Membersihkan diri dari hambatan yang dibuatnya sendiri (yakin dan tidak ragu-ragu terhadap hasil produksinya sendiri).
  8. Mempunyai kemauan, daya upaya dan perencanaan (rencana mengejar cita-cita berdasarkan prinsip-prinsip entrepreneurship).

Related

Materi Kewirausahaan 4338272500057694734

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item